Hijab for Sisters

Menulis Itu Harus Ikhlas, Jangan Ngarep Duit

 

Menulis harus ikhlas

Percaya tidak, sampai menjelang tutup tahun 2022 ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa menulis bukanlah pekerjaan. Orang yang mencari uang dari menulis pun dianggap aneh. Memangnya kerja penulis itu apa sih?

“Nyari uang kok lewat nulis. Nyari uang tuh dagang, jadi pegawai negeri, atau kerja kantoran. Bukannya nulis!”

“Nulis kok buat nyari duit. Nulis tuh harus ikhlas, buat amal jariyah. Nggak boleh ngarepin duit.”

“Nulis tuh ibadah. Masa lu ibadah tapi minta dibayar?”

“Aneh-aneh aja. Kerja kok nulis.”

Hm … dengan smartphone di tangan tapi masih berpikiran seperti itu? Sebenernya siapa sih yang aneh?

Baca Juga: Resensi Buku, Sebuah Cerita Kecil

 

Penulis adalah Profesi

Jauh sebelum zaman smartphone, pekerjaan sebagai penulis sudah ada.

Ada penulis cerpen, novel, dan puisi. Ada penulis artikel populer dan ilmiah. Ada penulis buku pelajaran, penulis naskah pidato, penulis buku parenting, penulis buku resep, dan macam-macam lagi.

Memang ada orang yang menulis sekadar untuk mengisi waktu senggang. Ada pula yang menulis sekadar buat gaya-gayaan atau mengejar gengsi.

Namun, apa pun alasan untuk menulis, penulis adalah profesi yang diakui oleh negara.

Buktinya, penulis wajib punya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Honor dan royalti yang diperoleh penulis akan dikenai pajak dan masuk ke kas negara.

Buktinya lagi, beberapa penerbit hanya menerima naskah (nonfiksi) dari penulis yang memiliki sertifikat penulis. Sertifikat ini resmi dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Baca Juga: Bagaimana Menjadi Penulis?

 

Menulis Harus Ikhlas

Penulis adalah profesi.
Menulis untuk mendapatkan bayaran, why not?

Menulis memang harus dilakukan dengan ikhlas. Dengan sepenuh hati, dengan sungguh-sungguh, dengan penuh tanggung jawab.

Sama seperti guru, dokter, komedian, pegawai negeri, notaris, terapis, bankir, make up artist (MUA), dan semua profesi lainnya. Semua harus bekerja dengan ikhlas.

Rasa ikhlas dan tulus ini membuat bekerja terasa nikmat. Pekerjaan pun akan dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Lelah ya wajarlah. Lelah fisik itu reaksi normal tubuh. Namanya juga manusia, pastilah tubuh memiliki batas daya tahannya.

“Pikiran manusia tidak terbatas, tetapi pikiran itu berada di dalam tubuh yang serba terbatas.” Begitu kata dosen Filsafat dahulu.

Sayangnya, “bekerja dengan ikhlas” ini sering disalahgunakan oleh orang-orang tertentu. Kita sebut sajalah mereka ini oknum.

Oknum-oknum ini menganggap kerja ikhlas berarti:

  • boleh dibayar, boleh tidak,
  • tidak boleh protes kalau honor, royalti, gaji, atau apa pun namanya itu tidak dibayar,
  • harus menerima kalau kerja kerasnya dibayar dengan ucapan terima kasih saja,
  • tidak dibayar jika bekerja di luar job desc,
  • (silakan tambahkan di kolom komentar).

·        Mereka lupa, bahwa sembako tidak bisa dbeli dengan ikhlas, BBM dan listrik tidak bisa dibayar dengan ucapan terima kasih, dan sebagainya.

Mereka lupa, bahwa ikhlas adalah saat melakukan pekerjaannya. Pembayarannya tentu sesuai akad.

Misalnya, jika sudah disepakati membayar Rp 3 juta setelah tulisan selesai, ya bayarlah. Jika tidak mau membayar atau menyuruh penulis mengikhlaskan honornya, itu namanya zalim.

Baca Juga: Para Penulis Ini adalah Dokter

 

Menulis untuk Charity

Dapat uang dari menulis
Menulis sesuai kesepakatan di awal: berbayar atau tidak.

Tapiiii… kan ada tuh yang nulis buat amal. Mereka nggak dibayar, lho. Malah, hasil penjualan dan royalti bukunya disumbangkan untuk kemanusiaan.

Betul, memang ada. Kita kembali lagi ke akad awal. Kembali lagi pada kesepakatan sebelum mulai menulis.

Menulis untuk charity itu sejak awal sudah diinformasikan bahwa penulis tidak dibayar, bahwa hasil penjualan buku untuk amal, dan semacamnya.

Yang beminat dan bersedia, silakan mengirimkan tulisan (tetap akan diseleksi). Yang mereasa keberatan ya tidak usah ikut.

Banyak yang seperti ini. Ada Resensi pun pernah ikut proyek menulis charity pembebasan tanah untuk Rumah Dunia di Serang, Banten.

Menariknya, menulis dapat dilakukan oleh orang dari usia berapa pun, juga dari berbagai latar belakang pendidikan dan sosial ekonomi.

Tahun 2009-2010, di masa-masa awal memiliki akun Facebook, Ada Resensi berkenalan dengan cukup banyak teman yang menjadi TKW di Malaysia, Hongkong, Taiwan, dan lain-lain. Benang merahnya adalah menulis.

Sekarang mereka sudah kembali ke tanah air dan menempuh jalan ninja masing-masing. Dua di antaranya adalah Teh Okti dan Heni Sri Sundani.

Heni menggagas Gerakan Anak Petani Cerdas. Ia juga meraih banyak penghargaan di dalam dan luar negeri, salah satunya Forbes 30 Under 30.

Sementara itu, Teh Okti yang merupakan blogger Cianjur aktif menggerakkan literasi di daerahnya.

 

Menulis untuk Mendapat Bayaran

Menulis dengan ikhlas dan mendapat bayaran dari menulis adalah dua hal yang berbeda tetapi bisa sejalan.

Tak ada yang salah dengan menulis untuk mendapatkan bayaran. Menulis adalah pekerjaan dan penulis adalah profesi.

Yang salah adalah jika memplagiat tulisan orang lain, menulis untuk menyebarkan kebencian dan fitnah, serta menulis cerita ena-ena.

 

Salam,

Ada Resensi

Tidak ada komentar

Mohon maaf, komentar dengan link hidup akan saya hapus. Thanks.