Hijab for Sisters

Indonesia Darurat Pembajakan Buku! Kenali Ciri Buku Bajakan

Indonesia darurat pembajakan buku

Pembajakan buku masih menjadi masalah tak berujung di Indonesia. Pemerintah seolah tak serius mengatasi masalah ini, atau menganggap ini bukan masalah penting.

Pekerja perbukuan, terutama penerbit dan penulis, bukannya diam saja. Banyak protes terkait pembajakan buku ini.

Tahun 2019, misalnya. Belasan penerbit di Yogyakarta yang tergabung dalam Konsorsium Penerbit Jogja (KPJ) melaporkan masalah pembajakan buku ini ke Kepolisian Daerah Yogyakarta.

Tere Liye, penulis puluhan buku best seller, mengalami kerugian miliaran rupiah akibat pembajakan buku ini. Ia lantang bersuara tentang pembajakan buku.

Penerbit pun tentu mengalami kerugian yang tak sedikit, apalagi buku yang dibajak bukan hanya satu judul, juga bukan hanya dari satu penulis.

Penulis lain pun banyak yang bersuara tentang pembajakan buku ini. Hanya saja, mereka tidak seterkenal Tere Liye atau tidak sevokal penulis novel itu.

Apa yang terjadi kemudian? Apakah ada tindakan tegas dari pemerintah?

Melihat pembajakan buku yang sekarang ini justru semakin menggila, Teman-teman pasti bisa menjawabnya sendiri.


Penjualan Buku Bajakan

Peredaran buku bajakan memang semakin gila. Kalau dulu penjualan buku bajakan masih sembunyi-sembunyi, sekarang sudah sangat terang-terangan.

Buku-buku bajakan ini ada di kios-kios buku, di pasar buku, di lokapasar (marketplace), di media sosial, bahkan di pameran buku buku yang digelar oleh sekolah, kampus, atau komunitas. Tanpa takut-takut mereka memajang buku bajakan.

Ya. Banyak orang bersuka cita membeli buku bajakan yang sejatinya adalah barang curian itu. Harga murah membuat banyak orang bodo amat dengan halal-haramnya buku bajakan.

Ada yang membeli buku bajakan itu untuk dibaca sendiri, ada pula yang untuk menambah koleksi perpustakaan.

Baca Juga: Tips Membuat Perpustakaan di Rumah

Playing Victim

penulis dan buku bajakan
Penulis adalah salah satu pihak yang sangat dirugikan oleh pembajakan buku.

Ketika ketahuan menjual buku bajakan apakah mereka merasa berdosa? Ketika mengetahui buku yang dibeli adalah buku bajakan, apakah mereka merasa bersalah?

Ada Resensi belum menemukan data dari hasil penelitian tentang hal ini. Namun, menyimak komentar-komentar di media sosial dan lokapasar, Ada Resensi menyimpulkan:

  1. Minim sekali yang merasa bersalah karena membeli buku bajakan.
  2. Ada yang merasa kecewa dan marah karena ternyata buku yang dibeli adalah buku bajakan.
  3. Ada yang bodo amat, yang penting harga murah. Bagi penjual, yang penting laris dan cuan.
  4. Ada yang tahu itu buku bajakan tapi tetap merasa puas dan memuji toko yang menjual buku bajakan tersebut.
  5. Ada yang playing victim.

Mereka yang playing victim ini malah menyalahkan penulis, penerbit, dan harga buku asli yang mahal. Mereka menuding penulis dan penerbit sudah kaya raya, sehingga tak apa-apa jika buku mereka dibajak.

Ada pula yang berdalih ingin menumbuhkan minat baca masyarakat, sehingga membeli buku bajakan yang harganya lebih terjangkau.

Ada yang berdalih tidak tahu bedanya buku asli dan buku bajakan karena tidak pernah ada informasi tentang itu.

Bulan September lalu ramai di Instagram video tentang J.S. Khairen menegur seorang pembaca yang menyodorkan buku untuk ditandatangani.

Masalahnya, buku yang disodorkan pada penulisnya tersebut adalah buku bajakan. Ketika si penulis menegur, orang itu berkelit dan mengatakan membeli buku tersebut di Gramedia. Duh, bohong pula! Mana mungkin Gramedia menjual buku bajakan.

Reaksi sebagian warganet sangat di luar nalar. Ada yang marah-marah, mengatakan Khairen tidak tahu adab, penulis baperan, penulis temperamental, dan penulis sombong.

Ada yang bilang “masih untung ada yang mau membeli bukunya”.

Ada pula yang berkomentar, “Kan yang bajakan cuma satu, yang lainnya ori. Nggak apa-apa dong.”

Astagfirullah.

Penulis novel laris lainnya pun pernah mengalami hal serupa: disodori buku mereka yang versi bajakan untuk ditandatangani. Sebut saja di antaranya adalah Boy Candra dan Habiburrahman El Shirazy alias Kang Abik.

Ciri Buku Bajakan

Ciri buku bajakan
Membeli buku bajakan sama dengan membeli barang curian.

Untuk Teman-teman yang menjaga harga dirinya dari membeli buku bajakan alias buku curian, penting sekali  mengetahui ciri-ciri buku bajakan.

Secara umum, berikut adalah ciri-ciri buku bajakan yang berupa buku fisik (cetak):

1. Harga murah

Biasanya buku bajakan dijual dengan harga murah. Bisa murah begitu karena pembajak buku tak perlu membayar royalti penulis, honor desainer cover dan layouter, tidak membayar pajak, dsb.

Kesalnya, sekarang ada penjual buku bajakan yang menjual barang curian itu dengan harga sama (atau beda tipis) dengan buku aslinya.

Bisa ditebak, motif mereka adalah untuk mengelabui pembeli. Hasilnya? Pembeli tertipu dan penjual menang banyak.

Di sisi lain, tidak semua buku murah adalah bajakan. Buku ori pun banyak yang murah. Ada Resensi pernah membahas ini dalam artikel Berburu Buku Murah Berkualitas.

2. Kertas

Dulu buku bajakan biasanya menggunakan kertas HVS (putih) atau kertas buram.

Sialnya, sekarang banyak juga pembajak buku yang menggunakan book paper (kertas khusus untuk buku) seperti buku-buku original.

Di sisi lain, ada juga penerbit yang menggunakan kerap kertas HVS untuk buku-buku terbitannya. Misalnya Andi Publisher.

3. Kualitas cetakan

Buku bajakan sering berkualitas ala kadarnya. Huruf tidak jelas, buram, atau berbayang, halamannya miring-miring, dan sebagainya.

Sialnya, sekarang banyak buku bajakan yang kualitasnya sudah lebih bagus, bahkan mirip dengan aslinya.

4. Kualitas sampul (cover)

Sampul buku bajakan biasanya tidak sebagus aslinya. Tidak ada emboss (huruf pada judul yang dicetak menonjol). Jika pada buku asli ada efek blink-blink, pada buku bajakan tidak ada.

Sayangnya, tidak semua penerbit menggunakan emboss dan ada blink-blink pada sampul buku terbitannya.

5. Penjilidan

Kualitas jilidan buku bajakan umumnya tidak sebagus buku aslinya. Yang sering terjadi adalah jilidannya mudah retak sehingga lembaran kertasnya terlepas-lepas.

6. Sebutan

Tak ada penjual buku buku bajakan yang menyebut dagangannya sebagai “buku bajakan”. Umumnya, istilah yang digunakan adalah buku repro, buku kw, buku non ori, buku reprint, buku replika.


Dulu, umumnya yang dibajak adalah buku-buku selain buku anak. Buku anak umumnya penuh warna sehingga membajaknya membutuhkan modal lebih besar.

Sayangnya, itu dulu! Sekarang buku anak-anak yang fullcolor pun ada yang dibajak. Sebut saja seri WHY, komik sains yang menjadi buruan para mahmud dan pahmud.

Parahnya lagi, buku bajakan sekarang bukan hanya berupa buku fisik, melainkan juga buku digital. Tentang ini dapat dibaca di artikel Stop Membeli E-Book Bajakan.

Entah kapan pemerintah akan serius menangani masalah pembajakan buku ini dan memberi sanksi hukum yang tegas pada pembajak buku dan penjual buku bajakan.

Penutup

Mengetahui ciri-ciri buku bajakan dapat meminimalkan kita dari risiko tertipu.

Selain mengetahui ciri-ciri buku bajakan, ketahuilah bahwa buku yang baru terbit dan buku yang masih best seller TIDAK PERNAH dijual dengan harga obral bin ndlosor.

Pada artikel selanjutnya, Ada Resensi akan membahas tentang Ciri-Ciri Buku Bajakan di Marketplace. Pastikan untuk membacanya, ya.


Referensi

Akurat.co. https://www.akurat.co/daerah/1302117513/Darurat-Pembajakan-Belasan-Penerbit-di-Yogyakarta-Ramairamai-Lapor-ke-Polisi. Diakses tanggal 1 November 2024

13 komentar

  1. Waktu saya masih kerja di luar negeri, itu buku novel yg kalau di Indonesia bisa seratus ribuan, di sana kok cuma sekitar sepuluh dua puluh ribuan. Ternyata bajakan...
    Banyak pekerja migran yg beli kan karena haus hiburan. Belum banyak yang tahu kalau itu buku bajakan

    BalasHapus
  2. Meski aku belum jadi penulis besar, tapi kebayang sih keselnya gimana bukunya dibajak, hingga rugi miliaran rupiah. Soalnya merasakan kalau nulis itu nggak mudah butuh ide kreatif dan data yang kita riset dalam waktu yang lama. Ini main bajak aja. Anehnya bisa lolos marketplace juga. Udah ada undang-undangnya tapi pada nggak takut.

    Kapan lalu ramai chef Devina buku memasaknya juga banyak yang bajak di marketplace. Harus banyak yang bersuara kaya gini sih, biar di dengar. Tapi, tetep aja yaa hmmmm.

    BalasHapus
  3. Miris memang melihat fenomena pembajakan buku di negeri kita, tetapi di sisi lain bersyukur banyak yang sudah mulai bergerak untuk melawan gerakan pembajakan ini dari berbagai elemen, termasuk dari para penulis sendiri seperti Tere Liye, J,S. Khairen, dan lain-lain

    BalasHapus
  4. Makin ke sini kayaknya makin susah bedain buku bajakan sama yang asli! Miris banget lihat pembajakan sekarang udah merajalela dan terang-terangan, bahkan sampai ada yang berani nawarin di acara sekolah dan kampus. Kadang, harga murah emang bikin orang nggak peduli asal-usulnya, tapi nggak sadar juga kalau sebenernya ini sama aja kayak merugikan penulis dan orang-orang di balik pembuatan buku. Duh, kapan ya masalah ini bisa bener-bener beres?

    BalasHapus
  5. Banyak orang memang belum aware, yang dipikirkan hanya isinya yang sama. Ga peduli itu bajakan atau bukan. Padahal berbeda loh yang bajakan dan bukan. Dan pasyinya kebih menarik versi asli

    BalasHapus
  6. Sangat prihatin dengan maraknya pembajakan buku di Indonesia. Ini jelas merugikan banyak pihak, mulai dari penulis hingga penerbit. Sebagai pembaca, mari kita sama-sama mendukung karya asli dengan membeli buku original. Hargailah proses kreatif yang panjang di balik setiap buku!

    BalasHapus
  7. Ini persis aku kalok nonton drakor, teh.
    "Jangan nonton di OTT ilegal."

    Tapi sejujurnya, alasan apapun kudunya jangan dinormalisasi yaa..
    Karena ini merugikan sang pemilik karya yang uda mengeluarkan kerja kerasnya.

    Dan pernah denger kata seorang penulis, daripada beli buku bajakan, lebih baik beli buku second asli.

    BalasHapus
  8. Kasus pembajakan buku ini bikin gemes deh, jadi serba takut lo mau beli buku kalau ga di agen atau di toko buku resmi
    Pengalaman bulan lalu beli buku di marketplace sampai aku cari info-info dan cek penilaian pembeli untuk memastikan bukunya asli atau tidak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mbak mending beli di agennya langsung sih. Lebih terpercaya, kalau marketplace nggak semuanya asli soalnya. Banyak kasus kan sekarang banyak buku bajakan yang beredar di marketplace. Kalau pun mau beli di sana harus lebih teliti lagi ya.

      Hapus
  9. Sangat setuju dengan tema ini! Pembajakan buku benar-benar merugikan semua pihak, terutama penulis dan penerbit. Kita sebagai pembaca punya peran penting untuk mendukung karya asli. Yuk, jadi konsumen yang cerdas dan hindari buku bajakan!

    BalasHapus
  10. Dulu, waktu saya kecil pernah beberapa kali beli buku pelajaran bajakan, karena ketidaktahuan saya betapa merusaknya hal itu. Sekarang setelah saya menjadi penulis, baru merasakan pahitnya jika karya sastra kita di kudeta.

    BalasHapus
  11. Aku pernah ketipu beli buku bajakan. Sialnya, buku yang aku beli ini adalah buku paket berisi 3 buku dari penulis Shakespeare yang harganya malah sama dengan buku originalnya. Gimana tahunya itu bajakan? Cetakannya, morat-marit alias amburadul, dari tata letak halaman ke sekiannya hilang, ke dobelan bahkan cetakan tulisannya miring-miring. So, hati-hati sama pembajak buku, otak mereka sudah cerdik. :(

    BalasHapus

Mohon maaf, komentar dengan link hidup akan saya hapus. Thanks.