Hijab for Sisters

Disabilitas, Kusta, dan Kemiskinan

 Penyandang disabilitas, OYPMK, dan kemiskinan

Apa hubungan antara disabilitas, kusta, dan kemiskinan? Ternyata hubungannya erat sekali.

Sayangnya, bukan hubungan erat yang membanggakan dan perlu dipertahankan seperti hubunganmu dan ayang bebeb.

 

Kusta di Indonesia

Untuk kesekian kalinya, KBR mengangkat tema tentang kusta dan disabilitas dalam diskusi ruang publik.

Hari Rabu tanggal 28 September 2022 kemarin Ada Resensi menyimaknya melalui kanal Youtube Berita KBR. Kali ini membahas tentang kusta dan disabilitas yang kerap dianggap identik dengan kemiskinan.

Hadir sebagai pembicara adalah Sunarman Sukamto (Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staf Presiden) dan Dwi Rahayuningsih (Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas).

Debora Tanya, host KBR, membuka acara dengan data-data yang menyesakkan. Bagaimana tidak menyesakkan. Kasus kusta di Indonesia bukan hanya belum hilang, tetapi malah bertambah.

Diskusi Ruang Publik KBR tentang penyandang kusta dan disabilitas
Diskusi Ruang Publik KBR melalui Youtube.

Menurut Kementerian kesehatan RI, per tanggal 24 Januari 2022 ada 13.487 kasus kusta yang terdaftar, dengan kasus baru sebanyak 7.146.

Dalam skala internasional, Indonesia berada di posisi ketiga kasus kusta tertinggi. Dua negara yang lebih tinggi kasus kustanya daripada Indonesia adalah India dan Brazil.

Sunarman dari KSP mengakui bahwa selama ini upaya pemerintah dalam penanggulangan kusta masih lebih berfokus pada kesehatan, belum lintas sektoral. Padahal, [ermasalahan kusta dan disabilitas tidak sekadar masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial ekonomi.

Penanganan kusta dan disabilitas bukan lagi dengan pendekatan belas kasihan melainkan dengan pendekatan hak asasi manusia.

Baca Juga: Berdonasi Untuk Kesehatan Anak Indonesia

 

Disabilitas dan Kemiskinan

Dalam UU No. 8 Tahun 2016, disabilitas dikelompokkan atas disabilitas fisik, disabilitas mental, disabilitas intelektual, disabilitas sensorik, dan disabilitas ganda. Disabilitas karena kusta dimasukkan ke disabilitas fisik.

Pada tahun 2021 di Indonesia tercatat ada 6,2 juta penyandang disabilitas. Sebanyak 3,32 juta di antaranya adalah penyandang disabilitas fisik.

Dwi Rahayuningsih mengungkapkan bahwa secara nasional tingkat kemiskinan penyandang disabilitas lebih tinggi daripada yang bukan disabilitas.

Kusta dan disabilitas identik dengan kemiskinan.
Dwi Rahayuningsih dari Kementerian PPN/Bappenas.


Benarkah OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta) dan disabilitas identik dengan kemiskinan?

Menanggapi pertanyaan tersebut, Dwi menyebutkan tentang banyaknya stigma pada OYPMK dan penyandang disabilitas lainnya. Stigma tersebut membuat mereka terhambat dalam aktivitas sosial dan produktif.

Stigma itu juga berpengaruh pada akses pendidikan, ketenagakerjaan, dan kewirausahaan. Penyandang disabilitas pun kesulitan mengajukan bantuan modal ke lembaga keuangan.

Hambatan-hambatan itu membuat penyandang disabilitas dan OYPMK kesulitan untuk meningkatkan perekonomian mereka.

Sementara itu, Sunarman dengan tegas mengatakan bahwa kusta identik dengan kemiskinan adalah fakta. Kasus kusta umumnya terjadi di daerah-daerah kantong kemiskinan. Ketika seseorang terkena kusta dan diketahui oleh masyarakat sekitarnya, orang tersebut biasanya akan dipisahkan oleh masyarakat. Dijauhkan dari permukiman penduduk.

Hm … padahal dengan dijauhkan dan dikucilkan begitu akan membuat yang miskin semakin miskin ya. Kan merekanjadi tidak punya kesempatan untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan yang layak.

Idealnya, para penyandang kusta itu bisa diberdayakan. Diberi motivasi, keterampilan, dan pengetahuan agar mereka tidak lagi minder dan menjadi lebih produktif.

“Tidak boleh lagi ada pengabaian dalam proses pembangunan ke depan. Paradigma HAM menempatkan teman-teman (disabilitas) sebagai right holder yang harus diperlakukan sebagai subjek,” papar Sunarman.

Keterkaitan antara kusta, penyandang disabilitas, dan kemiskinan.
Sunarman Sukamto dari Kantor Staf Presiden.


“Pemberdayaan harus diikuti dengan kesempatan yang dibuka. Kalau diberdayakan saja tanpa ada kesempatan, omong kosong. Ada kesempatan tapi tidak diberdayakan, akan sia-sia juga,” lanjut Sunarman.

 

Program Pemberdayaan

Para penyandang disabilitas dan OYPMK membutuhkan bantuan untuk hidup layak.

Menurut Dwi, Pemerintah melalui Kemensos telah memberikan beberapa macam bantuan kepada kepada penyadang disabilitas yang termasuk kategori miskin. Bantuan-bantuan itu berupa:

  • Penyaluran sembako.
  • Bantuan asistensi rehabilitasi sosial.
  • Penyaluran alat bantu.
  • Kemandirian usaha.

Pemerintah juga menyediakan shelter ex kusta di beberapa daerah. Di antaranya di Dusun Sumber Glagah (Jawa Timur), Desa Banyumanis (Jawa Tengah), dan Kompleks Penderita Kusta Jongaya di Makassar.

Penyandang disabilitas juga memiliki kesempatan untuk bekerja di sektor formal. Di perusahaan swasta kuota untuk untuk penyandang disabilitas ini 1%. Sedangkan di kantor-kantor pemeritahan, BUMN, dan BUMD kuota minimalnya 2%.

Sunarman kemudian menambahkan bahwa kesetaraan di bidang tenaga kerja ini adalah berdasarkan kompetensi, bukan disabilitas.

Jadi, ketika seorang penyandang disabilitas melamar kerja ke sebuah perusahaan, yang dilihat adalah kompetensinya, bukan karena ia disabilitas.

Bagaimana jika seseorang yang memiliki kompetensi tetapi ditolak bekerja hanya karena ia penyandang disabilitas?

“Laporkan ke Kantor Staf Presiden,” tegas Sunarman. Laporan ini bisa juga melalui Dinas Tenaga Kerja setempat. Semua Disnaker tingkat Kabupaten dan Kota telah diwajibkan membentuk Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan. ULD ini bertugas sebagai penghubung antara pemberi kerja dan pencari kerja.

Diskusi terbuka tentang penyandang disabilitas dan kemiskinan.
Diskusi Ruang Publik KBR dapat diikuti oleh masyarakat umum.

 

Taraf Hidup yang Lebih Baik

Tidak ada yang ingin hidup dalam kemiskinan. Kita semua pasti ingin hidup layak, ingin mengingkatkan taraf hidup menjadi lebih baik. Demikian pula dengan OYPMK dan penyandang disabilitas.

Tolok ukur sederhananya adalah kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) terpenuhi. Selain itu juga memiliki kesempatan mengakses pendidikan, memiliki kesempatan kerja, dan bebas berinteraksi dengan masyarakat.

Yuk kita mulai dari diri kita sendiri untuk menghapus stigma negatif terhadap OYPMK dan penyandang disabilitas.

 

Cheers,

Ada Resensi

Tidak ada komentar

Mohon maaf, komentar dengan link hidup akan saya hapus. Thanks.