Hijab for Sisters

Kisah Korban Bullying di Sekolah

 

Kisah korban bullying di sekolah

Tahun ajaran baru dengan pembelajaran tatap muka (PTM) baru saja dimulai.

Pandemi corona “memaksa” para orangtua mendampingi anak-anak belajar dengan sistem daring. Banyak yang mengeluh. Banyak yang stres.

Tak heran kalau PTM disambut gembira oleh banyak orangtua. Tapi ternyata ada masalah baru menunggu.

Kasus-kasus bullying di sekolah seperti berebutan muncul ke permukaan. Pelakunya adalah teman, kakak kelas, bahkan guru.

Bullying alias perundungan bukan perkara sepele. Bahkan, bukan baru satu-dua kasus bullying yang berujung pada kematian.

Baca Juga: Resensi Buku Badanku Milikku


Kisah Korban Bullying

Betul, perundungan di sekolah bukan kasus baru. Sudah ada sejak bertahun-tahun lalu.

Buku-buku yang membahas bullying pun terbit. Baik yang ditulis oleh penulis Indonesia maupun terjemahan dari buku luar.

Ada yang ditulis oleh pemerhati dan praktisi pendidikan, peneliti, penulis buku anak, dan sebagainya. Ada pula yang ditulis oleh korban bullying di sekolah.

Ada yang disajikan dalam bentuk hasil penelitian, memoar, novel, kumpulan cerpen, atau pictorial book.

Dari sekian banyak buku, dua buku ini menjadi rekomendasi Ada Resensi menarik untuk dibaca. Penulis kedua buku tersebut sama-sama pernah menjadi korban perundungan di sekolah.


Bencana Sekolah

Judul aslinya adalah Please Stop Laughing at Me: One Woman’s Inspirational Story. Terjemahan bahasa Indonesianya pertama kali diterbitkan oleh Pustaka Alvabet tahun 2013, dengan tebal 356 halaman.

“Anak-anak yang populer mungkin menyaksikan penyiksaan, tetapi jika itu tidak berpengaruh pada mereka, mereka tidak akan menaruh perhatian. Mereka yang benar-benar sadar akan hal itu adalah orang-orang sepertiku yang mengalami masa-masa di sekolah seperti neraka, tetapi semua orang mengira kami melebih-lebihkan kekerasan yang telah kami alami.” (halaman 4-5)

Di negara asalnya, buku memoar Jodee Blanco ini masuk ke daftar New York Times Bestseller. Juga mendapat penghargaan One Book One Community di Lansing, Michigan.

Sebagai korban bullying semasa di sekolah, Jodee mampu bertahan. Ia kemudian berkarier sebagai seorang konsultan manajemen krisis. Ia pun kerap menjadi saksi ahli dalam kasus bullying.

Yang tak kalah luar biasa, ia berhasil mencegah banyak aksi balas dendam dan percobaan bunuh diri terkait bullying di sekolah.

Sudah membaca buku ini? Terbitnya sih sudah lama tapi mungkin masih ada toko-toko online di marketplace yang menjual buku ini.

Buku ini juga ada di berbagai perpustakaan online. Coba cek di aplikasi iPusnas, mungkin ada juga.

Buku tentang bullying di sekolah
Memoar korban bullying di sekolah.

Secangkir Kopi Bully

Buku berwarna seperti cappuccino ini diterbitkan pertama kali oleh Quanta (Elex Media Komputindo) pada tahun 2014.

Penulisnya adalah Paresma Elvigro. Di bagian Profil Penulis tercantum nama lengkapnya Yanuarty Paresma Wahyuningsih, biasa dipanggil Emma.

Nama lengkap nan panjang ini menjadi salah satu penyebab Emma dirundung ketika masih SD.

Ketika itu di sekolahnya ada program transfer. Dua orang siswa cerdas dititipkan ke SD Unggulan untuk belajar dan berkompetisi di sana. Emma yang cerdas adalah salah satunya.

Pada hari pertama masuk ke SD Unggulan itu, Emma langsung dihadapkan pada kenyataan pahit. Anak-anak cerdas dan guru-guru sekolah unggulan ternyata tak selalu berakhlak baik.

Apa yang terjadi ketika Emma memperkenalkan diri di depan kelas? Seorang teman barunya, langsung membuat sebuah jargon terkait nama Emma yang panjang.

“Yanuarty Paresma Wahyuningsih, lahir di kereta api, tertabrak mati, weeeek….” (halaman 79)

Teman-teman sekelasnya tertawa. Guru kelasnya pun ikut tertawa. Sikap sang guru bagaikan sebuah pembenaran pada tindakan bullying verbal itu.

Itu baru permulaan. Hari-hari Emma kemudian di sekolah itu dipenuhi kekerasan verbal dan fisik. Tidak hanya dari teman-temannya, tetapi juga dari gurunya.

Secangkir Kopi Bully bukan sekadar berisi pengalaman Emma menjadi korban bully semasa SD dan SMP. Emma yang kini berprofesi sebagai psikolog itu juga memberikan tips-tips inspiratif.

Semoga saja isi buku ini menggugah jiwa pembacanya, terutama para guru.

“Seorang yang temperamen tapi tidak bisa mengontrol dirinya, tidak pantas menjadi seorang pendidik. Lebih baik memilih bekerja sebagai tokoh antagonis dalam sinetron daripada menjadi seorang pendidik.” (halaman 99)

Pelaku bullying di sekolah bukan hanya siswa tetapi juga guru.
Sekolah seharusnya jadi tempat menyenangkan, bukan ajang bullying.

Buku Anak tentang Bullying

Selain kedua buku di atas, masih ada beberapa buku lagi tentang bullying yang bagus untuk dibaca. Misalnya:

  • Why Children Bully karya Henlie Muliani dan Robert Pereira. Penerbit Grasindo tahun 2018.

  • Stop Bullying karya Barbara Coloroso. Edisi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Penerbit Serambi tahun 2006.

Adakah buku edukasi tentang bullying yang mudah dipahami oleh anak-anak?

Syukurlah ada. Untuk pembaca cilik, tema ini biasanya dikemas dalam bentuk cerita pendek atau pictorial book. Beberapa buku anak yang membahas bullying adalah:

  • Bullying Siapa Takut? Panduan Untuk Mengatasi Bullying (Fitria Chakrawati. Penerbit Tiga Ananda, 2015)

  • Katakan Tidak pada Perundungan (Febri Purwantini. Penerbit Kanak, 2021). Ulasan buku ini bisa dibaca di blog Dian Restu Agustina.

  • Cegah Bullying (Dewi Cendika. Penerbit Bumi Aksara Kids, 2009).

  • Aku Anak yang Berani, Bisa Melindungi Diri Sendiri #2 (Watiek Ideo dan Theo Ideo. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2016)

Jika jauh dari toko buku, bisa mencari buku-buku tersebut di toko-toko online.

Baca Juga: Buku LKS Sekali Pakai

 

Edukasi Tanpa Henti

Masa bersekolah seharusnya menjadi masa yang menyenangkan. Jangan sampai sekolah menjadi seperti neraka karena kekerasan fisik dan verbal di dalamnya.

Betul, ada korban bullying yang selamat jiwa raga. Jodee Blanco dan Paresma Elvigro, misalnya. Mereka bukan hanya selamat, tetapi juga menjadi konselor anti-bullying.

Tapi jangan lupa, lebih banyak lagi yang menyimpan luka batin karena di-bully oleh teman dan guru di sekolah.

Jangan lupakan pula anak-anak yang meninggal dunia atau bunuh diri karena menjadi korban bullying di sekolah.

Kampanye edukasi tentang bullying harus dilakukan secara berkesinambungan. Dan sudah seharusnya hanya orang yang bermental sehat yang diangkat menjadi pendidik.

 

Cheers,

Ada Resensi

1 komentar

  1. List buku tentang kisah korban bullying di sekolah di artikel ini bisa jadi panduan buat orang tua, guru, anak juga semua sebagai referensi dan edukasi agar kasus bullying ga terjadi lagi...
    Setujuuu, kampanye edukasi tentang bullying harus dilakukan secara berkesinambungan agar tak lagi bertambah jumlah korban.

    BalasHapus

Mohon maaf, komentar dengan link hidup akan saya hapus. Thanks.